Wednesday, September 10, 2014

Bye Bye Pampers!


Yep, kali ini saya mau sharing tentang pengalaman saya mengajari Si Bungsu, Ziyan, belajar Toilet Training. Awalnya, saya agak ragu kalo proses ini bisa berjalan singkat. Perkiraan saya, bakal makan waktu sekitar 1 - 2 bulanan untuk akhirnya bisa membiasakan Ziyan pipis atau BAB di kamar mandi. Tapi ternyata, perkiraan saya meleset. Si bungsu justru bisa belajar Toilet Training lebih cepat dari yang saya duga.

Ziyan saya ini termasuk bayi yang cepat berjalan namun lambat bicara. Sejak usia 10 bulan, Ziyan sudah bisa berjalan. Tapi sampai usia 2 tahun, Ziyan hanya memiliki beberapa kosa kata saja dan belum bisa membuat kalimat. Kalimat yang sering keluar hanya berupa ocehan nggak jelas, mumbling gitu. Bisa dibilang termasuk hiperaktif karena anaknya emang nggak bisa diam dan cukup berisik.  Berisik karena setiap ingin mengekspresikan sesuatu, Ziyan akan berteriak-teriak dengan hebohnya. Karena itu saya agak pesimis Ziyan bisa cepat belajar untuk tidak pipis atau BAB di popok lagi. Mengajari satu kata baru saja sudah cukup sulit, apalagi mengajarinya agar bisa mengutarakan keinginan untuk pipis atau BAB. Inilah yang menyebabkan saya terus menunda pelajaran Toilet Training untuk Ziyan. Saya menunggu sampai kemampuan berbicara Ziyan di taraf yang lebih baik.

Tapi, bukan berarti selama ini saya tidak pernah mencoba mengajarinya lho. Saya pernah beberapa kali mengajaknya ke kamar mandi, memberitahukannya cara pipis dan BAB di toilet. Bahkan juga meminta Aa-nya mencontohkan cara pipis layaknya anak laki-laki. Harapan saya, biar pun belum bisa bicara jelas, mungkin dia bisa mengerti. Tapi ternyata usaha ini belum berhasil. Saat saya menangkap sinyal kebelet dan membawanya ke kloset, si bungsu malah menolak pipis dan kabur dari kamar mandi. Beberapa menit kemudian mengompollah ia di ruang tengah, depan televisi. Haduh.

Sekarang usia Ziyan sudah 2 tahun 8 bulan. Popok sekali pakai ukuran XXL-nya mulai nggak muat alias mereketeng-teng (ketat). Apa iya harus mulai memakai pampers ukuran XXXL? Popok ukuran ini susah nyarinya dan harganya pun mahal banget. Lagipula udah sebesar ini masa masih terus pakai popok? Rasanya, sudah saatnya saya serius mengajari Ziyan Toilet Training.

Untuk mulai mengajarkan Toilet Training, hal pertama yang harus saya lakukan adalah menggulung karpet di ruang tengah. Ruang tengah memang playgroundnya Ziyan di rumah. Kotak mainannya yang berisi segala macam mobil- mobilan berbagai ukuran ada di sana. Dan kalo sampai karpetnya kena ompol selama Toilet Training berlangsung, bakal ribet urusannya.


Hal yang kedua, saya menyiapkan celana dalam plastik. Celana dalam plastik ini saya dapat dari teman sewaktu lahiran dulu. Fungsinya sama seperti popok, yaitu menahan air seni batita agar tidak merembes. Jadi setelah dipakaikan celana dalam biasa, baru dipakaikan celana plastik. Jadi kalau batita kita ngompol, maka air seninya tertahan di celana plastik, tidak berceceran di mana-mana. Awalnya saya nggak tertarik menggunakannya karena saya pikir tidak sepraktis popok sekali pakai yang bisa langsung dibuang. Kalau pakai celana plastik, kita bakal repot melepas dan mencuci celana dalamnya yang basah dan membilas celana plastiknya yang kena ompol. Maka, celana dalam plastik ini saya sisihkan ke kumpulan baju-baju tak terpakai. Baru deh sekarang saya ngeh, celana dalam plastik ini sepertinya memang diperuntukan untuk batita yang belajar Toilet Training. Biar si anak terbiasa pakai celana dalam dan si ibu nggak terlalu repot membersihkan bekas ompol yang berceceran.

Mengajarkan Ziyan untuk pipis di toilet di hari pertama tanpa pampers, susah banget. Meskipun sudah saya ajarkan dan jelaskan " De, nanti kalo mau pipis, ke kamar mandi ya? Dede nggak boleh pipis di celana lagi. Kalo pipis di celana, nanti celananya basah, lantainya basah. Ya? Nanti pipis di kamar mandi ya?" Tetap saja, begitu saya ajak ke kamar mandi, Ziyan bersikeras nggak mau pipis. "Da mau, Da mau!" Padahal jelas-jelas dari tadi saya perhatikan, dia terus bergerak tak tenang. Dari duduk trus berdiri, dari berdiri trus jalan, lalu duduk lagi, berdiri lagi sambil terus memegangi 'birdy'-nya. Saya pun menyerah dan membiarkan  Ziyan keluar dari kamar mandi tanpa hasil. Dan akhirnya tak berapa lama kemudian mengompollah ia di depan televisi. Arrgh....sabar sabar. Ini baru hari pertama.

Hari kedua sama saja. Ziyan masih tak mau pipis di kamar mandi meskipun sudah kebelet. Saya masih berusaha tenang ketika ia kembali ngompol di celana. Dari tips Toilet Training yang saya baca, kita tidak boleh kesal atau marah saat si kecil pipis di celana. Kalau kita marah, si kecil akan mengira pipis itu sesuatu yang tidak baik atau salah sehingga ia akan terus berusaha menahan pipisnya. Maka saya pun berusaha tak gusar saat Ziyan lebih memilih pipis di celana ketimbang pipis di toilet (meskipun sebenarnya bete juga). Sambil membersihkan celana bekas pipisnya di kamar mandi, saya terus mengajak Ziyan berkomunikasi. "Tuh kan celananya jadi basah kalo Dede pipis di celana. Nggak enak kan? Kalo mau pipis, Dede pipisnya di sini ya, di kamar mandi. Nih di sini boleh (nunjuk lantai toilet) atau di sini (nunjuk ke kloset duduk). Oke?" Ziyan sepertinya mengerti apa yang saya maksud tapi entah kenapa kok pada prakteknya, tetap saja ia menolak pipis di toilet. Ia lebih memilih menahan pipis daripada harus pipis di kloset. Padahal jelas-jelas ia sudah kebelet.

Hari ketiga, masih tak ada perubahan. Ziyan masih saja menangis dan menolak pipis di toilet ketika sudah kebelet. Setiap kali saya keluarkan 'birdy'-nya di kloset, tetap tak ada air pipis yang keluar, seolah memang tidak dalam kondisi ingin pipis. Padahal jelas sekali, dia sedang menahan pipis. Berlari ke sana ke mari, ganti posisi duduk berkali-kali, turun naik tangga sambil memegang 'birdy'-nya. Pokoknya bergerak terus dan tak tenang. Saya sudah berusaha membujuknya agar mau mengeluarkan pipisnya dengan berbagai macam iming-iming, mulai dari diberi es krim, coklat, main game Angry Birds sampai mobil-mobilan truk. Tapi tetap saja tak berhasil dan malah makin menangis tak mau pipis.

Setelah membiarkannya beberapa kali pipis di celana, akhirnya saya terpancing juga untuk lebih tegas pada Ziyan. Ketika kembali terlihat gejala kebelet, saya ajak ia ke kamar mandi. Seperti biasa, Ziyan menolak dan mulai menangis. Ketika saya keluarkan 'birdy-nya , saya pancing dengan membukakan kran di wastafel dan menyemprotkan air ke dalam kloset. Maksudnya sih biar terpancing keluar pipisnya. Tapi tetap saja tuh pipis tidak keluar juga. Ziyan benar-benar keukeuh tak mau pipis. Akhirnya saya ambil sikap ekstrim. "No, Dede pipis dulu di sini, baru boleh keluar kamar mandi". Saya sudah mulai hilang kesabaran melihatnya terus-terusan menahan pipis. Jelas-jelas dia sudah sangat, sangat kebelet. Mungkin air pipisnya sudah ada diujung, tapi sengaja ditekan-tekan agar tak keluar. Duh! Tetap saja Ziyan menolak dan menangis. Saya lalu membawakannya mainan mobil truk untuk dimainkan di wastafel. Biasanya dia suka sekali main mobil truk diisi air, namun kali ini tak mau. Saya bawakan laptop, saya tunjukan gambar-gambar anak kecil yang tengah duduk di kloset, berharap Ziyan bisa meniru apa yang ada di gambar. Tapi tetap saja nggak ngaruh, Ziyan tetap tak mau pipis. Setelah menemaninya hampir 1 jam di toilet, akhirnya jebol juga pertahanan Ziyan. Saya pun langsung memujinya dan memeluknya karena akhirnya berhasil pipis di toilet (meskipun di lantai toilet dan sambil menangis).

Hari keempat, masih seperti kemarin. Masih tetap menangis tak mau pipis di toilet. Saya kali ini tak mau menahannya di toilet seperti kemarin. Takutnya Ziyan trauma dan semakin tak berani ke kamar mandi. Akhirnya ketika ia keukeuh tak mau melepas air pipisnya di kloset, saya menyerah dan membiarkannya pipis di celana. Ini berlanjut sampai hari kelima.

Hari keenam, akhirnya saya coba lagi melarangnya keluar dari toilet sebelum berhasil pipis. Kali ini hanya menunggu 30 menit dan masih sambil menangis, akhirnya Ziyan mau pipis di lantai toilet. Saya kembali menyemangati dan memuji keberhasilannya. Tapi tetap saja, kebiasaannya yang lebih suka menahan pipis sekalipun sudah di dudukan atau berdiri di kloset, meskipun sudah dipancing-pancing oleh Aa-nya untuk pipis sama-sama, meskipun mobil-mobilan truk-nya sudah diangkut dibawa ke toilet, bahkan sampai laptop pun masuk ke toilet agar Ziyan mau 'melepas' pipisnya, keengganan Ziyan untuk mau pipis  masih merisaukan saya. Sepertinya memang Ziyan belum siap untuk belajar Toilet Training, batin saya.

Hari ketujuh, saya tiba-tiba menemukan ide menarik kali ini. Ketika pagi hari Ziyan mengamuk tak mau pipis, saya tahan agar ia tetap duduk di kloset. Saya terus peluk dan usap-usap punggungnya, menenangkannya agar tidak menangis. Lalu saya berusaha mengajaknya berdialog tentang apa yang disukainya. Karena Ziyan suka sekali mobil truk, maka saya bercerita tentang mobil truk. Meskipun Ziyan belum pintar bercerita  tapi tetap saya ajak bicara."Dede mau truk? Nanti kita beli truk, yuk? Dede mau truk apa? Mau truk yang kecil atau yang gede?" Sambil terisak, Ziyan mulai merespon ajakan ngobrol saya. Agar membuatnya nyaman saya terus mengusap-usap punggungnya dan terus bercerita. Akhirnya, terdengar suara kucuran air jatuh. Aha, sepertinya Ziyan berhasil 'melepas' pipisnya. Yep, akhirnya Ziyan pipis di kloset! Saya senang bukan kepalang. Saya ciumi dan peluk Ziyan sambil terus memuji keberhasilannya. "Yey, Dede pipis! Yey, Dede pipis di toilet! Pinter! Tos tos, high five!"

Trik saya untuk terus memeluk dan mengusap punggungnya sambil bercerita kembali saya lakukan di kesempatan berikutnya. Awalnya memang masih menangis dan tak mau diajak ke toilet, tapi saya  angkat saja tubuhnya dan saya dudukan di kloset sambil ditenangkan dengan cara dipeluk tadi. Dan hasilnya Ziyan kembali pipis tanpa ditahan-tahan lagi. Malah yang menggembirakan lagi, sore harinya Ziyan sudah bisa memberitahukan saya kalau dia kebelet pipis dan minta ke toilet. "Mau cu, mau cu!" serunya sambil memegang 'birdy'-nya. Oh ya, 'cu' itu artinya pipis. Awalnya dari kata 'cur' yang sering saya ucapkan tiap kali menyuruhnya pipis "Ayo, De, cur cur pipis!" Hehehe. Malah saya sampai kewalahan, karena Ziyan jadi ketagihan pipis di toilet. Saya harus bolak-balik ke kamar mandi karena tiap selang beberapa menit, Ziyan selalu berteriak "Mi, mau cu! Mau cu!" padahal pipis yang keluar hanya seuprit. Hadeeh...


Akhirnya berhasil juga Toilet Training untuk si bungsu Ziyan. Meskipun awalnya berat karena belum tahu triknya namun akhirnya berhasil juga dan hanya butuh waktu 7 hari saja. Mungkin bagi beberapa anak seumuran Ziyan, proses Toilet Training-nya berlangsung lebih singkat. Namun bagi saya, 7 hari sudah merupakan prestasi yang hebat, karena awalnya saya pesimis Ziyan bisa cepat lepas dari pampers karena belum  pandainya Ziyan berbicara. Sekarang, Ziyan justru tak mau lagi pakai pampers. Jalan-jalan ke mana pun, kini Ziyan selalu menolak pake pampers. Hanya saat tidur saja saya pakaikan popok sekali pakai, itu pun terpaksa saya lakukan karena Ziyan belum bisa diajak ke toilet saat tidur. Sedangkan untuk BAB, saat ini Ziyan selalu melakukannya berbarengan saat pipis di toilet, jadi tidak ada masalah. Alhamdulillah.

Buat para bunda yang mau mulai Toilet Training, semangat ya! Mudah-mudahan pengalaman saya bisa bermanfaat. Pokoknya jangan menyerah, sabar dan beri suasana menyenangkan ketika di toilet. Dan jangan lupa beri pujian tiap kali ketika si kecil berhasil pipis di kloset. Good luck Moms! :)







1 comment:

  1. Mbak ria..bisa gak tanyain dimana beli celana dalam plastiknya..tolong skali..

    Hub 0811168879
    Karna udh 2 tahun ni

    Makasi

    ReplyDelete